Gerabah Tua, Aroma Nasi Kebuli, dan Jejak Sejarah Pekojan


Villeroy & Boch 1874-1901

The company began in the tiny French village of Audun Ie Tiche, where Francois Boch set up a pottery compant with his three sons in 1748. Later, the company moved to nearby Luxembourg, where it operated a porcelain factory until 2010, In 1801 the company moved to the nearby town of Mettlach, Germany. On 14 April 1836, the Jean Francois Boch comapny merged with that of a competitor, Nicolas Villeroy, and became Villeroy & Boch, V&B (also simply 'VB') Continue ;       http://en.wikipedia.org/wiki/Villeroy_%26_Boch

Antique Villeroy & Boch Wallerfangen Pottery Bowl, "Sangkoe Nasi Keboeli" Jidah Salmeh



Diameter 37 centimeter, High 25 centimeter

Price Rp.5.000.000,- 
(Belum termasuk ongkos kirim)



Gerabah tebal buatan Jerman ini—dengan ketebalan sekitar 1 cm—bukan sekadar wadah dari masa silam. Ia pernah menjadi saksi hangatnya sajian nasi kebuli yang dihidangkan oleh Jidah Salmeh, seorang ibu dari Kampung Janis, Pekojan, Jakarta tempo doeloe. Sajian itu bukan hanya tentang rasa, tapi juga tentang kenangan, tentang tradisi, dan tentang jejak sejarah yang terhubung erat dengan tokoh besar Betawi, Sayyid Utsman bin Abdallah bin Aqil bin Yahya Al-Alawie.

Sayyid Utsman—lahir di Kampung Arab Pekojan pada 1822 dan wafat di Batavia pada 1913—dikenal sebagai Mufti Betawi, ulama terpandang yang juga menjadi penasehat kehormatan (honorair adviseur) untuk urusan Arab di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Karena kesetiaannya kepada pemerintahan Hindia Belanda, ia bahkan dianugerahi Bintang Salib Belanda. Dalam menjalankan peranannya, ia bersahabat dekat dengan tokoh orientalis terkenal, Snouck Hurgronje.

Sementara itu, nasi kebuli yang dulu disajikan dalam gerabah ini bukanlah makanan biasa. Dikutip dari Wikipedia Indonesia, nasi kebuli merupakan nasi berbumbu khas yang dimasak dengan kaldu kambing, susu kambing, dan minyak samin, lalu disajikan dengan daging kambing goreng serta taburan kismis. Cita rasanya yang gurih menggambarkan perpaduan pengaruh budaya Arab Timur Tengah dan India Muslim, terutama tradisi Arab Yaman—tak heran jika kemiripannya dengan nasi briyani begitu terasa.

Di kalangan masyarakat Betawi dan keturunan Arab di Indonesia, nasi kebuli menjadi hidangan istimewa yang hadir dalam momen-momen sakral: lebaran, Idul Adha, hingga perayaan Maulid Nabi. Wadah ini, yang pernah menampung aroma kebuli hangat di rumah Jidah Salmeh, adalah jejak kecil dari peradaban besar yang tumbuh di sudut-sudut kota tua Jakarta.

Kini, gerabah ini bukan hanya benda antik—ia adalah pengingat akan sejarah, warisan keluarga, dan aroma masa lalu yang masih terus hidup dalam tradisi kuliner dan budaya Betawi.

Belum ada Komentar untuk "Gerabah Tua, Aroma Nasi Kebuli, dan Jejak Sejarah Pekojan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel